Mengenal formasi dalam sepak bola merupakan bagian dari taktik dan strategi pelatih untuk memberikan hasil terbaik bagi tim. Namun, ada satu hal yang cukup nyeleneh, gila, bahkan gak masuk akal ketika ada beberapa formasi berbahaya pernah digunakan tim dalam pertandingan. Meski tiada yang sepenuhnya pelatih menggunakan taktik yang sama dalam formasi, tetapi setidaknya memberikan keseimbangan tim, baik menyerang, bertahan, maupun penguasaan bola.
Di era sepak bola modern (sejak 2000-an), sejatinya formasi yang digunakan para pelatih dunia berupa 4-3-3, 4-4-2, 3-5-1, 4-2-3-1, dll, sesuai dengan kebutuhan tim. Mereka sangat mengandalkan permainan atraktif, agresif, intensitas, dan possession football. Namun, apa daya di era jauh sebelumnya, ada formasi yang tidak pernah terbayangkan dalam sepak bola modern.
Formasi apa itu?
Sepak bola Inggris dikenal sebagai kiblat sepak bola dunia. Tapi, siapa sangka, mereka pernah menggunakan formasi gak masuk akal dan populer di Negeri Tiga Singa tersebut. Formasi 1-2-7 atau 2-3-5 pernah digunakan sebagai taktik penyerangan timnas Inggris di era 1860 – 1870-an. Formasi aneh itu terjadi saat timnas Inggris menghadapi Skotlandia pada 1872 silam. Meski dianggap populer di negara Ratu Elizabeth, rupanya Inggris belum bisa mengalahkan Skotlandia yang juga menggunakan formasi 2-2-6.
Baca juga:
- Di Balik Tragedi Skor Telak Liga Sierra Leone
- Evolusi Sepak Bola Modern, Tumbalkan Posisi Legendaris
Meski di tahun itu sepak bola belum terkenal luas hingga ke seluruh penjuru dunia dan mungkin belum ada peraturan detail ‘offside’. Tentu formasi tersebut tetap terbilang gak masuk akal mengingat tidak seimbangnya penyerangan dan bertahan. Oleh karena itu, cuma ada dua opsi hasil yang didapatkan, menang besar atau kalah besar. Hasil seri sangat minim dirasa sangat sulit didapat dengan cara strategi yang menguras tenaga penyerangan tersebut. Berbeda ketika di era modern yang segala peraturannya semakin menarik juga menjadi tantangan dengan strategi yang lebih rapi dan enak dilihat.
Setelah Inggris, Hungaria, Skotlandia, kita lanjut ke Belanda yang juga berkontribusi mengusung salah satu formasi yang bisa dikatakan tidak masuk akal, yaitu 1-3-3-3. Formasi ini pernah dipopulerkan oleh Ajax Amsterdam dengan berhasil meraih trofi Liga Champions, sedangkan Belanda di era Johan Cruyff, mampu menembus partai final dua kali edisi Piala Dunia.
Bagaimana jika Formasi tersebut hadir di era Modern?
Bayangkan! Di era modern seperti ini masih menggunakan formasi menyeramkan tersebut, pasti sudah banyak gol yang terjadi setiap pertandingannya. Seru, sih, tapi penonton jadi tidak menikmati pola permainan kerjasama yang menarik antar lini. Sehingga, sepak bola tidak akan sepopuler hari ini.
Eits, tunggu dulu, kehadiran formasi gak masuk akal ternyata pernah digunakan oleh tim besar Liga Bundesliga Jerman, RB Leipzig pada tahun 2013 dengan formasi 2-0-8. Dengan skema anti-mainstream yang sudah jarang terjadi di era modern, secara mengejutkan di hadirkan oleh tim yang berada di liga dengan tren keseimbangan tim antar lini tersebut.
Dari pada penasaran dengan taktik formasi yang gak masuk akal di era modern, FanGir info akan berikan ulasan formasi apa saja yang pernah digunakan dan siapa dalang dibalik popularitas strategi-nya tersebut.
Formasi 4-6-0 oleh Vicente del Bosque (Euro 2012 – Spanyol)
Hal ini terjadi saat perhelatan Euro 2012, sepak bola dunia dikejutkan dengan super taktik dari Vicente del Bosque yang cukup familiar sampai hari ini. Bagaimana tidak, saat itu Spanyol jadi negara yang dua kali beruntun mendapatkan gelar juara Euro, lho. Hampir mirip taktik false-nine yang tidak memiliki striker. Pada saat itu Spanyol kehilangan David Villa sebagai pengganti, Cesc Fabregas dipilih sebagai penyelang bayangan atau gelandang serang. Tak hanya itu, formasi ini juga mengandalkan Fabregas sebagai penyerang lubang, alhasil eks gelandang Arsenal sukses mencetak dua gol di pertandingan tersebut.
Formasi 3-6-1 oleh Guus Hiddink (World Cup 2006 – Australia)
Kemudian formasi gak masuk akal datang dari tim Australia di momen piala dunia 2006 silam. Dimana Guus Hiddink menerapkan strategi ini dengan harapan gelandang yang moncer di Eropa dapat mensupport dan menguasai lini tengah untuk menciptakan peluang. Gelandang Australia yang laris di klub Eropa saat itu adalah Mark Viduka, Harry Kewell, dan Tim Cahill. Alhasil, pasukan berjuluk Socceroos di bawah komando Guus Hiddink mampu melenggang langgeng ke 16 besar.
Formasi 2-7-2 oleh PSG di kelompok umur – 2018
Berbeda dengan kedua tim di atas yang bermain di level atau kompetisi dunia, tetapi tim asal Paris, Perancis paling baru dalam menerapkan formasi gak masuk akal di sepak bola era modern. PSG atau Paris Saint Germain—dalam kelompok umur pernah menerapkan skema cukup mengejutkan menggunakan dua bek, tujuh gelandang dan dua striker di depan. Formasi ini cukup mengherankan, meski dalam pertandingan yang berlangsung di lapangan, formasi tersebut terlihat seperti 4-3-3 yang populer di era modern ini.