Mengenal sepak bola Indonesia tentu membuatmu 'salting' dengan kejadian-kejadian di kompetisi, lapangan, suporter maupun federasi selama ini. Yap, kamu adalah salah satu dari banyak penggemar di seluruh penjuru Indonesia yang mempertanyakan kualitas sepak bola ibu pertiwi. Namun, bukan hal mudah untuk mengulas lebih dalam mengenai kompetisi sampai federasi. Karena butuh penelitian lebih lanjut dan memakan waktu yang tidak sebentar. Lebih baik, mengulas informasi ringan namun penting banget buat kamu pecinta sepak bola mengetahui asal mula hadirnya Liga Indonesia.
Sejarah Liga Indonesia tak melulu tentang pertandingan, gelar juara, maupun kompetisi yang berjalan selama satu musim. Tetapi begitu luas sehingga kamu dapat menikmati dan mengetahui secara detail. Dalam edisi kali ini, FanGir mengajak kamu lebih dekat dengan sejarah, sistem kompetisi, kontroversi penyelenggaraan, hingga tim juara liga.
Perserikatan jadi kompetisi pendahulu
Sejarah kompetisi teratas Liga Indonesia berawal dari kompetisi yang bernama "Perserikatan". Secara resmi, kompetisi Perserikatan digelar pertama kali pada 1951 yang diikuti perserikatan sepak bola anggota PSSI. Meski gelaran itu bersifat amatir, kompetisi ini hampir setiap tahun sukses digelar. PSSI juga secara resmi menggelar kompetisi pertamanya bernama Kejuaraan Nasional (Kejurnas) sejak tahun 1951. Pesertanya adalah semua tim perserikatan yang telah mendaftarkan diri pada 1 April 1951 sebagai anggota PSSI.
Galatama mulai profesional
Foto: Kompas.id
Setelah berlangsung hampir 28 tahun dengan peserta yang terus meningkat, pada 1979 PSSI akhirnya memperkenalkan kompetisi Liga Sepak Bola Utama (Galatama). Galatama itu adalah kompetisi sepak bola semi-profesional yang terdiri dari divisi tunggal. Namun, diantara kompetisi Perserikatan dan Galatama masih mandiri (kompetisi yang berjalan sendiri-sendiri).
Menakar kedua liga tersebut masing-masing memiliki kekuatan dalam mengarungi kompetisi. Perserikatan memiliki kelebihan dalam jumlah suporter yang cukup besar dan fanatik. Sedangkan Galatama memiliki manajemen klub profesional yang dikelola dengan cukup baik.
Dalam perjalanannya, kedua liga tersebut memang cukup membuat simpatik federasi (PSSI) yang notabene melihat sisi positif dari keduanya. Karena Perserikatan dan Galatama sama-sama saling melengkapi dengan sistem kompetisi, fanatisme penonton dan manajemen profesional cukup membuat PSSI mencari solusi liga sepak bola yang baru.
Hasilnya Liga Indonesia bisa bergulir untuk pertama kalinya pada tahun 1994, saat peleburan kompetisi Perserikatan dan Galatama oleh PSSI demi meningkatkan kualitas sepak bola Indonesia.
Format awal Liga Indonesia
Diketahui bahwa penyelenggara Liga Indonesia awalnya dilakukan oleh suatu kepanitiaan yang dibentuk PSSI di bawah komando Badan Liga Indonesia (BLI) sejak 1994 hingga tahun 2008. Badan tersebut mengelola kompetisi profesional Indonesia, sedangkan amatir ditangani oleh Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI).
Sesuai dengan tujuannya, Liga Indonesia diatur dengan menyesuaikan kedua liga sebelumnya. Peraturan dan perangkat pertandingan dalam kompetisi Liga Indonesia memiliki dua divisi awal, yakni Divisi Utama dan Divisi l setiap musimnya. Mengikuti aturan kompetisi di luar negeri, setiap musimnya ada tim yang mengalami proses degradasi-promosi secara resmi dan profesional.
Edisi pertama Liga Indonesia di mulai musim 1994/1995 yang terdiri dari 34 tim yang terdiri dari 16 tim Divisi Utama Perserikatan, dua tim Divisi ll Perserikatan musim 1993/1994, dan 16 tim dari Liga Galatama musim sebelumnya. Dari 34 tim berisi dua grup, masing-masing 17 tim di grub barat dan 17 tim grup timur.
Dengan peraturan bermain penuh sistem kompetisi kandang/tandang, peringkat empat besar masing-masing grup langsung lolos ke babak delapan besar dengan format turnamen. Sedangkan dua tim terbawah otomatis terdegradasi ke Divisi l.
Format awal Liga Indonesia berjalan cukup serius hingga musim 2002 untuk menerapkan sistem pembagian grup berdasarkan wilayah yang berlaku di Divisi Utama. Pada musim 2003/2004, PSSI mulai mengubah formasi kompetisi Divisi Utama mengikuti liga sepak bola di negara lain. Namun, hal itu malah menghambat jalannya kompetisi dan hanya bertahan sebentar, sebelum kembali menggunakan format grup dua wilayah.
Faktor Dualisme Liga Indonesia
Berawal dari musim kompetisi 2008/2009 nama Liga Indonesia ganti nama menjadi Liga Super Indonesia (LSI). LSI menggantikan Divisi Utama sebagai kompetisi sepak bola tingkat teratas di Indonesia. Hal itu setelah PSSI membuat peraturan baru untuk setiap klub wajib melakukan verifikasi lisensi kepada Badan Liga Indonesia. Kualitas ini diharapkan PSSI demi memenuhi lima aspek standar Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC), yakni pembinaan pemain muda, infrastruktur, personel dan administrasi, finansial dan legalitas.
Perbedaan format LSI dengan LI (Liga Indonesia) sebelumnya terletak sistem kompetisi yang lebih teratur. Kompetisi teratas saat itu, LSI, diikuti 18 klub saja dalam satu grup per musim dengan sistem pertandingan kandang-tandang dan promosi-degradasi. Sehingga Liga Super Indonesia sukses diselenggarakan selama 3 musim, yakni musim 2008/2009, 2009/2010, dan 2010/2011 secara rutin.
Sayangnya, dalam kajian LSI selama bergulir ditemukan ketidakpuasan sebagian klub-klub yang berkompetisi. Kemudian dimanfaatkan oleh mereka dengan menjalin kerjasama menggulirkan kompetisi tandingan bernama Liga Primer Indonesia (LPI) tahun 2011.
Faktor LPI inilah yang menyebabkan hubungan dalam federasi sepak bola Indonesia tidak akur dan memulai konflik dualisme liga. LSI dan LPI sama-sama menggelar kompetisi untuk mendapatkan perhatian beberapa pihak tentang kompetisi terbaiknya. Namun, FIFA sebagai induk organisasi sepak bola dunia malah 'negor' PSSI untuk menyelesaikan konflik tersebut. Sebagai bentuk penyelesaian dualisme, Komite Normalisasi yang diketuai Agum Gumelar mengadakan Kongres Luar Biasa (KLB) dengan agenda pemilihan Ketua Umum PSSI baru.
Djohar Arifin Husein akhirnya terpilih setelah melakukan voting pada 9 Juni 2011 di Solo sebagai ketua umum PSSI baru. Sekaligus menetapkan LPI sebagai liga sepak bola tertinggi di Indonesia. Tak berlangsung lama, beberapa klub dari pembentukan awal Liga Indonesia memilih keluar dari kompetisi dan kembali membentuk kompetisi di luar jadwal PSSI.
Hal ini yang memantik kembali dualisme sepak bola di Indonesia hingga menyebabkan hadirnya sanksi FIFA di musim 2015. Pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi membekukan PSSI pada April 2015 karena dianggap tidak mampu mematuhi peraturan olahraga nasional. Padahal di tahun 2014, keduanya (LPI dan LSI) sudah sepakat untuk melebur menjadi Liga Super Indonesia dan memulai liga baru dengan 22 tim peserta terbagi dalam 2 wilayah.
Satu tahun kemudian, pada 13 Mei 2016, Menpora mencabut sanksi terhadap PSSI dengan syarat kompetisi baru harus berjalan sesuai dengan aturan FIFA. Sebelum menentukan Ketua Umum baru PSSI mengagendakan kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC) sebagai bentuk dukungan baru bagi tim-tim yang pernah berlaga di Liga Super Indonesia tahun 2015.
PSSI kemudian merombak kepengurusan dalam kongres baru pada 10 November 2016 di Jakarta. Eddy Rahmayadi masuk sebagai Ketua Umum. Selanjutnya ditunjuk PT Liga Indonesia Baru (LIB) sebagai operator kompetisi Liga 1 sebagai kompetisi teratas sepak bola nasional. Setelah resmi dilantik, PSSI kembali menggulirkan kompetisi sepak bola Indonesia musim 2017 melalui LIB dengan menetapkan tiga formasi baru, yakni Liga 1, Liga 2, Liga 3, dan Liga 1 U-20.
Hadirnya Liga Indonesia Baru?
Sejak kehadiran pengurus baru di tubuh PSSI setelah mendapat sanksi FIFA, gairah sepak bola Indonesia kembali dimanjakan dengan kompetisi profesional yang memiliki tiga level kompetisi terbaik dari sebelumnya. Kompetisi yang sejajar dengan Liga-Liga negara dunia, memberikan harapan baru bagi penggemar sepak bola nasional.
Liga 1 adalah liga profesional atau level teratas dalam sistem liga sepak bola di Indonesia. Sebanyak 18 klub bersaing menjadi juara dengan memberikan promosi dan degradasi. Total 34 pertandingan untuk setiap peserta yang dimainkan secara kandang dan tandang. Dimana gelar juara ditentukan oleh tim dengan poin tertinggi selama satu musim, bila poin sama maka ditentukan oleh selisih gol. Tiga penghuni dasar klasemen akan langsung terdegradasi dan digantikan oleh tiga tim terbaik dari Liga 2 yang dapat promosi.
Sampai saat ini Liga 1 sudah bergulir selama tiga musim, yakni musim 2017, 2018, dan 2019. Namun, pada musim kompetisi 2020 seluruh kegiatan sepak bola Indonesia mengalami mati suri akibat wabah Covid-19 yang melanda Tanah Air. Barulah musim 2021/2022 setelah Ketua Umum PSSI Mochammad Irawan memastikan Liga 1 dimulai pada akhir Agustus 2021. Berbeda dengan format sebelumnya, kompetisi di tengah pandemi ini bergulir dengan format bubble to bubble yang dilakukan secara berseri di beberapa kota.
Tim juara Liga Indonesia
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 1994, sudah ada 14 klub sepak bola di Indonesia yang merengkuh juara Liga Indonesia. Dari 14 klub yang pernah menjuarai kompetisi teratas nasional, hanya Persipura yang paling sukses memimpin perolehan gelar sebanyak empat kali, disusul Persebaya Surabaya, Persija Jakarta, Persik Kediri, dan Persib Bandung yang masing-masing memiliki dua gelar bergengsi tersebut. Sisanya klub-klub hanya yang pernah mendapatkan 1 gelar juara mulai kalah bersaing, bahkan sampai ada yang terjun bebas ke Liga 2.
Foto: Viva
Berikut data perolehan juara Liga Indonesia periode 1994-2019:
Musim Juara
1994/95 Persib Bandung
1995/96 Bandung Raya
1996/97 Persebaya Surabaya
1997/98 Liga dihentikan
1998/99 PSIS Semarang
1999/00 PSM Makassar
2001 Persija Jakarta
2002 Petrokimia Putra
2003 Persik Kediri
2004 Persebaya Surabaya
2005 Persipura Jayapura
2006 Persik Kediri
2007 Sriwijaya FC
2008/09 Persipura Jayapura
2009/10 Arema FC
2010/11 Persipura Jayapura
2011/12* Sriwijaya FC
2013 Persipura Jayapura
2014 Persib Bandung
2015 Liga dihentikan karena sanksi FIFA
2016 Liga dihentikan diganti kompetisi TSC
2017 Bhayangkara FC
2018 Persija Jakarta
2019 Bali United
2020 Liga ditiadakan karena pandemi Covid-19
*Dualisme liga yakni LPI dan LSI. LSI tidak diakui oleh PSSI dibawah pimpinan Djohar Arifin Husin.
Sumber: Litbang Kompas/ERI, disarikan dari Kompas dan PSSI